Jumat, 12 Maret 2010

Al-Asma’ wa al-Sifat, Ilmu dan Maiyyatullah
Oleh: Mbagus Rois dan Fahruddin

A. Al-Asma’ wa al-Sifat
1. Pengertian
Al-Asma’ artinya nama-nama, dan al-Sifat artinya sifat-sifat. Allah SWT mempunyai nama-nama dan sifat-sifat yang baik luhur yang menunjukkan kesempurnaan ”Rububiyah” dan keagungan ”Uluhiyah”-Nya. Makna tauhid al-Asma’ wa al-Sifat yaitu beriman kepada nama-nama allah dan sifat-sifat-Nya sebagaimana yang diterangkan dalan al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya menurut apa yang pantas bagi Allah, tanpa ta’wil, takyif, dan tamtsil.
2. Metode Iman dengan al-Asma’ wa al-Sifat
a. Metode isbat maksudnya mengimani bahwa allah SWT memiliki al-Asma’ wa al-Sifat yang menunjukkan ke-Mahasempurnaan-Nya.
b. Metode nafyu maksudnya menafikkan atau menolak segala al-Asma’ wa al-Sifat yang menunjukkan ketidaksempurnaan-Nya, misalnya dengan menafikkan adanya makhluk yang menyerupai Allah SWT. Memahami isbat harus mendetail, sedang memahami nafyu cukup secara global.

Sifat-sifat Allah terbagi menjadi dua bagian:
1. Sifat dzatiyah, yakni sifat yang selalu melekat dengan-Nya. Sifat ini tidak terpisah dari Dzat-Nya seperti Ilmu, Hidup, Kekuasaan, Mendengar, Melihat, Kemuliaan,Ketinggian, Keagungan, Wajah, Dua tangan, Dua mata.
2. Sifat fi’liyah, yaitu sifat yang Dia perbuat jika berkehendak seperti bersemayam di atas Arsy, Cinta, Ridho, Gembira, turun ke langit dunia ketika tinggal sepertiga akhir malam, dan datang pada hari kiamat.

Ibnu Qayyim berkata, ”Nama-nama Rabb SWT menunjukkan sifat-sifat kesempurnaan-Nya karena ia diambil dari sifat-sifat-Nya. Jadi ia adalah nama sekaligus sifat dan karena itulah ia menjadi husna. Sebab andaikata ia hanyalah lafadz-lafadz yang tidak bermakna maka tidaklah disebubt husna juga tidak menunjukkan kepada pujian dan kesempurnaan.”

Sehubungan dengan al-Asma’ wa al-Sifat ini ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan secara lebih khusus.
1. Janganlah memberi nama allah SWT dengan nama-nama yang tidak disebutkan di dalam al-Qur’andan Sunnah (Al-A’raf: 180).
2. Janganlah menyamakan (tamtsil), atau memiripkan (tasybih) Dzat Allah, sifat-sifat dan af’al (perbuatan)-Nya dengan makhluk manapun (Asy-Syuraa: 11).
3. Mengimani al-Asma wa al-Sifat bagi Allah SWT harus apa adanya tanpa menanyakan ”bagaimana”.
4. Di dalam satu hadis disebutkan bahwa Allah SWT mempunyai 99 nama (HR.Muslim). hadis ini bukan membatasi nama-nama Allah hanya 99 saya (se[erti kesan sementara orang), karena masih ada nama-nama lain yang belum disebutkan dalam asma’ul husna itu, tetapi disebutkan dalam hadis lain. Seperti al-Hannan, al-Mannan, al-Badi’, al-Muqhits, al-Kafil dan sebagainya.
5. Di samping asma’ul husna ada lagi istilah ”Ismullah Al-Azzam” yaitu nama-nama Allah SWT yang dirangkaian di dalam do’a (HR.Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).

B. Ilmu Allah SWT
1. Ilmu Allah SWT tidak terbatas
Allah mempunyai ilmu yang tidak terbatas. Dia mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi, baik yang hgaib maupun yang nyata. Tidak ada satu pun yang tersembunyi bagi Allah SWT. Sebutir biji di dalam gelap gulita bumi yang berlapis-lapis tetap diketahui oleh Allah SWT (al-Hajj: 70, al-Hasyr: 22, al-An’am: 59).

Allah menggambarkan betapa kecil dan tidak berdayanya manusia bila dibandingkan dengan Ilmu Allah, dengan perumpamaan air laut, bahkan tujuh laut, dijadikan tinta, dan seluruh pohon kayu yang ada di bumi dijadikan pena untuk menulis kalilmat Allah, niscaya tidak akan habis-habisnya kalimat Allah tersebut (al-Kahfi: 109, Luqman: 27).
2. Ayat-ayat Qauliyah dan ayat-ayat Kauniyah
a. Ayat-ayat Qauliyah (wahyu) dalam pengetian istilah yaitu kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang menjadi hudan (petunjuk) bagi umat manusia, baik yang diturunkan langsung, dari belakang tabir maupun yang diturunkan melalui malaikan Jibril (al-Fushshilat: 51, al-Hasyr: 7).
b. Ayat-ayat Kauniya adalah ayat-ayat Allah yang berupa alam semesta (al-’Alaq: 1-5, ar-Ra’d: 3-4, Ali Imran: 190-191). Wahyu (al-Qur’an dan Sunnah) memiliki kebenaran yang mutlak karena langsung berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi pemahaman terhadap wahyu yang menggunakan beberapa alternatif pemahaman tidaklah bersifat mutlak. Sedangkan ilmu yang didapat dari alam semesta memiliki nilai kebenaran yang nisbi (relatif) dan tajribi (ekperimentatif). Dan kebenaran yang mutlak harus dijadikan burhan atau alat ukur kebenaran yang nisbi, jangan sampai terbalik, justru kebenaran yang mutlak diragukan karena bertentangan dengan kebenaran yang nisbi.

C. Ma’iyyatullah
1. Pengertian
Ma’iyyatullah berasal dari kata Ma’a artinya bersama. Ma’iyyatullah berarti kebersamaan Allah SWT dengan manusia. Ia adalah sifat yang tetap bagi Allah berdasarkan dalil yang banyak sekali.
2. Pembagian Ma’iyyatullah
a. Al-Ma’iyyah al-‘Ammah
Allah SWT selalu bersama seluruh manusia, baik yang mukmin maupun yang kafir, yang ta’at maupun yang durhaka. Kebersamaan Allah secara umum tersebut berarti Muraqabatullah (pengawasan Allah) dan IHsanullah (kebaikan Allah). Siapa saja akan mendapatkan ihsan dari Allah SWT (al-Hadiid: 4, al-Mujadilah: 7, Qaf: 18).
b. Al-Ma’iyyah al-Khashshah
Hanya orang-orang yang benar-benar beriman lah yang dapat merespon muraqabatullah dan ihsanullah secara baik dan benar. Mereka selalu meningkatkan amal saleh dengan dasar keimanan sehingga Allah akan memberikan kepada mereka hayyatan thoyyibatan (kehidupan yang baik) (An-Nur: 51, an-Nahl: 97, al-Baqarah: 153, 195, Thaha: 36, at-Taubah: 40).

Di antara sifat-sifat orang beriman yang dapat merespon muraqabatullah dan ihsanullah secara baik adalah sifat sabar dan taqwa. Mereka itulah Allah SWT menjanjikan akan memberikan Al-Ma’iyyah Al-Khashshah atau dengan kata lain mereka akan mendapatkan dukungan (ta’yid) dan kemenangan (nashrun) dari Allah SWT.

Demikianlah dengan iman dan amal saleh serta ta’at sepenuhnya kepada Allah SWT kita akan mendapatkan Al-Ma’iyyah Al-Khashshah dari Allah walaupun tidak dengan cara yang luar biasa.

Rabu, 10 Maret 2010

BARAKAH DAN TABARRUK

A.Pengertian

Secara bahasa, barakah berarti: berkat, bahagia, tambah, berkembang. Sedangkan menurut istilah ialah:
ثبوت الخير الا لهي في الشئ
”tetapnya kebaikan ilahiyah pada sesuatu”

Tabarruk berarti mengharapkan atau mencari barakah (ngalap barakah) dari atau sebab sesuatu. Perkara barakah adalah termasuk perkara ghaib (minal umuuril mughayyabaat), karenanya sesuatu boleh diyakini mengandung nilai-nilai barakahsepanjang ada keterangan dari allah SWT dan Rasulullah SAW.
Allah SWT berfirman dalam surat al-An’am ayat 59:
         … 
”Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, ..."

Manusia tidak boleh menentukan bahwa sesuatu mengandung barakah semata-mata berdasar akal pikiran ,perasan, otak atik matuk, atau cerita-cerita (khurafat). Jika ini dilakukan berarti ia telah mempersekutukan Allah SWT, karena ia meyakin mengetahui erkara ghaib, padahal pengetahuan tentang hal tersbut hanya semata-mata dimiliki Allah Ta’ala.

B.Perkara-perkara yang mengandung barakah

1.Dzatiyah Rasulullah.
عن أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرًا يَقُولُ جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي وَأَنَا مَرِيضٌ لَا أَعْقِلُ فَتَوَضَّأَ وَصَبَّ عَلَيَّ مِنْ وَضُوئِهِ فَعَقَلْتُ (متفق عليه)

عن جُحَيْفَةَ يَقُولُ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْهَاجِرَةِ فَأُتِيَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ فَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ (البخاري)

قَالَ عُرْوَةُ عَنْ الْمِسْوَرِ وَمَرْوَانَ خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَمَنَ حُدَيْبِيَةَ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَمَا تَنَخَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ(البخاري)

2.Tempat-tempat tertentu.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ(أحمد)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى فَعَقَلْتُ (متفق عليه)

3. Waktu-waktu tertentu.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ(متفق عليه)

عن أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ عن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ قَالَ أَبُو عِيسَى وَهَكَذَا رَوَى أَبُو إِسْحَقَ الْهَمْدَانِيُّ هَذَا الْحَدِيثَ عن بُرَيْدِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ الْكُوفِيِّ عن أَنَسٍ عن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ هَذَا وَهَذَا أَصَحُّ (الترمذي)

C.Kasus-kasus tabarruk
1.Pada masa Rasulullah SAW

عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّهُمْ خَرَجُوا عَنْ مَكَّةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى حُنَيْنٍ قَالَ وَكَانَ لِلْكُفَّارِ سِدْرَةٌ يَعْكُفُونَ عِنْدَهَا وَيُعَلِّقُونَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ قَالَ فَمَرَرْنَا بِسِدْرَةٍ خَضْرَاءَ عَظِيمَةٍ قَالَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُمْ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى} اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةً قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُون{َ إِنَّهَا لَسُنَنٌ لَتَرْكَبُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ سُنَّةً سُنَّةً (أحمد)


2.Pada masa sahabat atau Tabi’in

a.kasus pada masa Umar bin Khattab
b.kasus pada masa Ali bin Husen (cicit Rasulullah SAW).

3.Pada masa sekarang
a.Upacara Apem Yagowiyyu di Jatinom Klaten
b.Upacara Gunungan di Solo dan Yogyakarta
c.Upacara Kyai Slamet di Solo
d.Keliling beteng di Yogyakarta
e.Dan lain-lain.